Rintik Hujan dan Buku Tua dalam Sebuah Romansa Kehidupan
Rintik hujan, seakan menggelitik hati yang usang layaknya barang antik, yang selalu cantik, apabila dirawat oleh seorang bidadari cantik. Rintik hujan, seakan membawa sejuk kota ini yang semakin lama semakin terpuruk oleh cuaca dan suhu yang buruk, yang tak jarang menimbulkan batuk-batuk layaknya seorang atuk-atuk yang sedang meringkuk sambil terbungkuk memikul beratnya mangkuk dan periuk. Seolah mengingatkanku akan kejadian masa lalu yang bagiku hanyalah masalah lu yang selalu dipikirkan disetiap waktu. Seakan menjadi lembaran baru, tertumpah didalam buku yang penuh akan deru dan debu yang dibaca si kutu buku. Rintik hujan mengantarku pada kaleng cat tembok kosong yang sedang terpaku, menanti daku yang hendak membaca buku tua peninggalan ayahku di kala ia bujang dulu. Buku usang yang beliau beli seharga seribu lima ratus di era orde baru dulu, yang terbit pada tanggal 28 oktober 1978, bertepatan dengan 50 tahun lahirnya sumpah pemuda.Seolah membakar semangat ini dengan api ju